Kamis, 25 September 2014

KUDA RENGGONG TRADISI YANG MULAI PUNAH

foto pribadi
Diarak keliling kampung dibarengi tetabuhan musik gamelan juga nyanyian sinden yang melengking menutup suara Jalanan. Hari itu cukup membuatku takjub.

Betapa tidak, hal ini terakhir ku saksikan saat masih kanak-kanak. Dimana saya pun ikut-ikutan mengarak penganten sunat. Iya penganten sunat! Lucu, seru memang tradisi ini.

Kuda Renggong sebenarnya alternatif lain dari pilihan orang selain Singa Depok atau Sisingaan. Karena dihitung dari biaya sewa Kuda Renggong. Singa Depok atau Sisingaan lebih murah.

Satu Kuda Renggong bisa cukup untuk meramaikan pesta sunat, sedangkan Singa Depok minimal 2 dan kanayagan (musisi/para pengiring)nya lebih dari 5 orang.

Tradisi Kuda Renggong saat ini memang mulai berkurang malah bisa jadi dianggap musnah. Di perkotaan (Bandung) sudah tidak ada yang memakai jasa mereka.

Polemik memang tradisi Kuda Renggong, sang "penganten Sunat" secara islami pemahamannya tidak diperkenankan, karena maaf "kelamin" itu aib (milik pribadi). Dan tak selayaknya diumbar pada khalayak umum.

Namun pemerintah tidak kehabisan akal untuk mempertahankan tradisi Kuda Renggong ini, mereka biasanya menjadi bagian dari promosi kebudayaan, acara penjamuan tamu asing/turis.

Tapi mungkin! Di kota-kota kecil masih ada segelintir orang yang memakai jasa mereka. Untuk menaikkan pamor "bahwa" mereka dari kalangan terpandang. Karena tradisi Kuda Renggong (dulu) memang untuk menunjukkan identitas secara materi.

Kini kini yang terpenting adalah sikap kita dalam melestarikan kebudayaan tanpa harus berbenturan dengan agama.