Bingung mau ngomong apaan, pikiranku entah kenapa tiba-tiba mandek. Disatu sisi memikirkan pekerjaan yang belum maksimal kulakukan, disisi lain teringat sahabatku yang entah kenapa dicari-cari jati dirinya seolah lenyap tak bersisa. Padahal aku rindu banget, pengen ketemu. Teringat kala menjalani masa-masa sekolah SMP-ku, dimana kami selalu berdua kemana-pun entah itu jajan dikantin, hangout ataupun ngerumpi diserambi sekolah.
Namanya Priscila Avas Loekita Soedira, panggilan sehari-hari Oki kelahiran Ciomas-Bogor. Dulu ia semasa sekolah tinggal di Bandung karena pengalihan tugas Ayahnya yang berdinas di Departemen Keuangan. Anaknya manis banget, kulitnya tidak putih tapi banyak cowok yang naksir bahkan sampai ada yang sengaja meminta restu orang tua Oki tuk dijadikan tunangannya, walah padahal masih bau kencur sudah banyak yang meminang. Walaupun anak-nya agak sedikit centil dan genit, tapi kepribadian sebenarnya sungguh menyenangkan, menurutku yang memang dekat dengannya.
Oki yang sedikit mempunyai darah Belanda Arab dan Betawi, membuatnya berbeda diantara kami. Postur tubunya-pun tidak tinggi. Tapi tetap yang aku herankan, ko banyak cowok yang naksir berat ya? Beda denganku yang kala itu emang tak pernah mengubris lirikan cowok, kalaupun ada yang berniat jahil, siap-siap kena bogeman hihihi sedikit preman memang. Suka duka kami jalani, ibaratnya tidak ada Oki ga akan ada Yuli, malah ada teman bilang kalau kami *opst maaf* lesbi. Kata-kata lesbi waktu itu tidak aku mengerti apa artinya, jadi tak pernah kurespon setiap gosipan teman di sekolah.
Awal persahabatanku dengan Oki, dia baru masuk sekolah SMP pas semester dua. Kuingat begitu ia memasuki ruangan kelas, teman-teman cowokku pada sumringah, ada yang pukul-pukul meja, ada yang sengaja ngeloyor langsung kedepan minta kenalan langsung sama Guru, ckckck.. ada-ada saja tingkah teman -teman cowok waktu itu. Ya, bagaimana tidak, secara dari pakaian seragam saja sudah bisa dilihat, baju atasan putih rapi tapi seragam bawah-nya yang "wow" diatas lutut dibawah paha. Bikin ga ngedip mata. Karena peraturan di Sekolah kami tidak diperbolehkan seragam bawahan diatas lutut. Jadinya, yaa.. langsung kena teguran gitu dari wali kelas yang mendampinginya kala itu.
Waktu berlalu dan tahunpun berganti, tiba saatnya kami memasuki perpisahan Sekolah, aku mendaftar ke SPK (sekolah keperawatan) dan Oki? ternyata ia kembali ke Bogor sebab sang Ayah telah dipindahkan lagi bertugas di Bogor. Aku yang larut dengan segala tetek bengek persiapan mos sekolah sedikit melupakan akan sahabatku Oki ini. *Yang aku sesalkan sampai saat ini, foto-foto kami dan bahkan alamat rumah-nya yang di Bogor tak kuketahui keberadaannya, hilang*
Pernah sewaktu akan melangsungkan pernikahan tahun 96, aku sengaja mencari alamat terakhirnya yang di Bandung, yaitu daerah Muararajeun lama (berharap ada teman bloger yang bertempat tinggal di daerah itu) tuk mengajaknya menghadiri pernikahanku. Tapi apa dinyana, rumahnya yang memang ngotrak waktu itu, telah ditempati orang lain dan alamat yang di Bogor-pun tampaknya Pak RT tidak mengetahuinya juga, sedih memang. Dan data terakhir yang kudengar ia menjadi seorang penyanyi.
Ya sudahlah mungkin dilain waktu entah dimanapun ia berada, aku akan ada pertemuan itu.
Namun yang tidak habis pikir, setiap ingatanku padanya terlebih seringnya kubermimpi tentangnya, gambaran Oki seakan tidak jelas, hanya menggapaikan tangan tapi tidak bisa kusentuh. Kadang kulihat dimimpi itu, hanya hamparan padang yang luas dan Oki hanya sendirian, sambil menitikkan air matanya. Oh.. Oki, aku harap dirimu baik-baik saja.
Teruntuk Sahabatku Oki, aku telah lama mencarimu berikan tanda tanda keberadaanmu, walaupun hanya sekilas, insya Allah aku akan menemuimu sebagai apapun dirimu nantinya.
Salam sayang dari sahabatmu Yuli