Tampilkan postingan dengan label puisiku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisiku. Tampilkan semua postingan

Jumat, 14 November 2014

#Puisi Untuk Bapakku


;Bapa
Aku tahu dirimu rindu kupeluk
Aku tahu dirimu merasakan jemariku menjauh
Saat kupulang ke rumah kau jarang kusapa
Kau bertanya 'siapa yang datang' dari balik kamar
Itupun kujawab dengan sepintas

;Bapa
Kini tubuhmu terbaring lemah
Sekedar berjalanpun butuh tuntunan
Aroma tanah merah kerap kau utarakan
Dengan linangan penyesalan berjuta kata
Sebab masa pernah kau hilangkan

;Bapa
Aku paham jalan hidup masa lalu
Aku paham nasihat waktu yang kau jeda
Aku paham tujuan langkah yang sia-sia
Aku paham salah itu dari sengaja
Tapi aku lebih paham diantara kesunyian hati kita
Ada setitik cahaya yang kubawa dengan raga
Yaitu lentera kehidupan dari alam dan kejadian nyata

;Bapa
Sorot matamu doa buatku
Dan jauhku hanya mencari celah 
Kelak kubuat dirimu menangis bahagia
Dengan senyum dan air mata berbunga
Doaku takkan berlalu
Sampai tiba pada waktunya
Sesuai namamu Nurbaya
Nur cahaya, baya laut
Tempat asalmu dilahirkan 
Lautan Qalzam

Kan ku bawa nama ruhmu dari sana.

#Puisi Untuk Bapakku
#Puisi Untuk Bapakku



Minggu, 11 Mei 2014

Kamis, 24 April 2014

Selasa, 01 April 2014

Rindu Aksara


Hening nian malam ini, sehening jiwa yang tengah dikepung luasnya lautan keilmuan
Pada malam yang singgah penantian itu hadir, pada raga yang resah penampakan itu jadi nadir

Kadang tiupan sang angin pun hanya selintas bertepi dalam pikiran. Itupun dalam  balutan duka yang sesekali menghampiri

Kilau cahaya aksara nan bermakna melambai menyambut berjuta kisaran hidup, diantara jelaga kekurangan diri, ada kisah yang menyeruak dan coba mengejarnya

Liukan kisah dari sahabat telah mengobati dahaga yang terjaring diantara helaian kawat berserat yang tertanam sampai dasar tanah 

Dan menyembul menjadi tumpukan kabar berita yang sengaja ditumpah ruahkan sekedar melepas penat ataupun rasa gembira 

Ku coba menyaring dan bertabiat akan sisi kebaikannya 
Niscaya kebesaran hati menjemput ku mencari arti dan paham

Ya, waktu terlalui dengan dentingan kalimat yang sayang untuk dilalui 
Kabar malam ku menghampiri, kawan.

Senin, 10 Februari 2014

Lembayung Itu Sedikit Muram


Lembayung
foto diambil dari google.com


Terduduk dengan separuh helaan nafas, 
sengaja kusinggungkan
Menepi pada hal duniawi, 
sengaja ku parkirkan
Bertindak dengan cara tak biasa, 
sengaja ku aksikan
Semua bertepi pada pilihan

Rongga diantara kabar duka, 
melepuh hati diantara pengabdian diri
Tersirat bimbang namun ku takkan pernah lari
Sengaja kusingsingkan nurani, 
sebab berita hanya selintas basi
Kini ku menata keinginan sanubari, 
yang lama ku nanti

"Keadaan yang memaksaku bertindak keji, 
sekeji kekuatan yang merasuk senja hari tadi"

Ada fenomena diantara rasa yang lenyap sesaat, 
namun bangkit akan niat yang terpatri
Kelabu itu dalam pikiran, 
sendu itu ada dalam apkiran, 
"kekuatan ada dalam tindakan"
Hanya bergerak sedikit tak apa, 
namun langkah ini menjadi kalimat nyata diakhiran

Dan Aku yakin ini...


Selasa, 14 Januari 2014

Senin, 11 November 2013

Celoteh Niar #Puisi

Ayah, kenapa ibu ga ada? 

sang Ayah berkata"Ibumu telah dipelukannya sang Pencipta.." 

"Ayah, kenapa aku selalu teringat Ibu? 

sang Ayahpun berucap."karena kau dilahirnya, nak!"

"lalu kenapa ibu pergi? 

Ayah sejenak terdiam seraya berucap

"Nak, takdir manusia tiada yang 
mampu melawannya.."

"Lalu kenapa juga ayah tak mencari pengganti ibu?!"

Ayah berujar"Nak, sebelum adanya Ibumu, Ayahmu ini telah jauh mencintai dan menyayanginya. 

Ibumu seorang Wanita, seorang Perempuan dan seorang Panglima dikaumnya. 

"Ayah tak mampu melibas perasaan ini pada selain darinya".

Niar tersenyum bangga

lalu diayunkan tangan Ayahnya,

"Ayo, Yah.. kita bermain ditempat Ibu..!"

Ayahpun meneteskan air mata.




Minggu, 03 November 2013

Aku Melihat Dua Lelaki

siluet google

Ucapmu pada malam lalu menggoreskan setitik celah
Kalimatmu yang beradu menitikan kejelasan
Layar terkembang hanya bayangan semata
Dua wajah menelisik resah dan kian gundah

Aku, Dia dan Kamu
Bersandung diantara perasaan yang membiru
Genangan kerinduan membasuh asmaraku
Pada saat lemah ragaku menjadi kelu
Hadir diantaramu kian semu

Buih angin malam menemaniku mengingat paras
Tertunduk dan syahdu meraba hati yang kian sendu
Saat dimana kurajut sebait kata dan langkah ucap
Ku sengaja sisipkan kedua cincin yang menjerat
Padahal itu pasti kan membawaku kian berat

Jalanan yang tadi kulalui terasa berombak
Lemah tak berdaya dihempasan gairah pikir
Aku menyiangi kalimatku sendiri
Antara janji dan menepati
Tapi tak urung ku mengerti

Ahh, angin malam ini begitutak bersahabat
Hanya buaian perasaan yang kuduga
Padahal semestinya dulu ku tak mencela
Inilah akibatnya jika ku berencana
Namun diakhir ternayata menjadi bencana

Ya, aku rindu kalian berdua
Dimana hati ini terpautkan raga
Antara nista dan dusta
Dilema tak berkesudahan


Hanya mampu bertatap bayangan

Senja kala itu masih merengkuh
Masih terbungkus dengan kokoh
Sengaja ingatan ini kubuat
Biar kalian tahu
Aku sedikit tersesat

 



Kamis, 10 Oktober 2013

Petualangan Pikir

Ketika perasaan itu terbuangkan oleh keyakinan hati, bahwasanya setiap perlakuan yang tak adil pasti ada jawabanya. Meskipun terbingkai oleh kemilau syair nan membara, bahkan sebuah fatamorganapun takkan sanggup melerainya. Karena di penghujung cerita acapkali hanya hembusan penafsiran dalam dialog masing masing. 


Seolah beban sesaat menjadi berat karena adanya penglihatan yang semu dan kabur, bahkan menjadi sumir oleh ketidakberdayaan waktu yang selalu mengiringi. Terdiam di tengah gegap gempitanya sang zaman, namun tetap, raga terasa tersingkirkan, oleh kelihaian sang penjilat naskah perorangan, yang memang sengaja di buat untuk melatih kehebatan berteoritis, dan mengebiri kebaikan seorang insan. 


Karena pandangan terlumrahkan oleh penilaian sesaat dan kadang memang menyesatkan. Manusia kini di penuhi oleh rasa penyesalan yang di agungkannya sendiri tanpa mau menyadari akibat pelemahan ini . Seringkali nestapa yang di kandung sengaja di dekap erat dan tak mau lepas. Aku yang berdiam diripun tak mampu mencegah perasaan, untuk sekedar berargumen tentang pemahaman, aktifitas kehidupan dan pola hidup di majukan oleh kalimat pembenaran yang berawal dari keilmuan dan pengembangan teori berlogika. 


Hanya empati dan doa sebagian besar ku agungkan diantara ketidakberdayaan ini. Diiringi alunan syahdu sang pemberi, hanya kidung yang terdengar samar dan tak tentu makna menjadi santapan berfikir akan pemahaman ini. Dan diantara gelak canda seringkali setetes air mata cukup untuk membuatku tersadar, bahwa apa yang di bewarakan, menjadi cambuk tuk melangkah lebih jauh dari sekedar perbuatan mengangankan mimpi . 


Mengapa kadang cerita hanya terjalin turun temurun dari pola sentral yang harus di yakini oleh insan berketurunan. Marah gelisah dan sedih menjilid di akar perasaan yang termajemukan oleh keadaan. Padahal keinginan tuk berontak selalu mengacu pada kalbu untuk bisa keluar dari hakikatnya sang hikayat. Mengapa pula diri ini tak mampu beranjak dari ketidaknyamanan, hanya melenakan diri dari penderitaan ketidaktahuan akan langkah yang harus di ambil. 


Inginnya ada seseorang yang mampu beratraksi lebih jauh tuk berupaya mendorong kelelahan hati yang seringnya hanya berfikir sesaat. Tolonglah aku, yang hanya sekedar hidup dari materi orang lain dan coba ku kembangkan seorang diri tanpa di barengi pemahaman dan dan kesesuaian bereaksi. Tak ku pungkiri pernah ada kalimat penyadaran tentang ini semua, namun apa kenyataanya tetap saja tak bisa ku uraikan dengan lembut dan tegas, hanya akibat tersandarkan dari dasar hati, dan mulailah mengeras bagaikan karang yang tak mampu melepuh dan bersimpuh pada keadaan saja. 


Mungkin penyesuaian dan lingkungan yang ku miliki seolah tak mampu atau bahkan tak mau melindungiku dari serbuan berbagai tingkah dan kejadian. Karena mereka seringkali hanya melihat dari kehalusan luarnya saja. Kini ku hanya mencoba mengembangkan apa yang memang menurutku mampu ku lewatkan dengan sedikit kemampuan yang di miliki. 


Pengikraran diri harus bisa ku terjemahkan lewat sebuah syair yang memang sering ku dendangkan dan ku kabarkan pada sehelai kertas berwarna putih meskipun diantara selaan itu, selalu terhenti dengan ketidaksesuaian akan kalimat yang hendak ku tuangkan. 


Beranjak lalu meninggalkan, namun sesaat kemudian terlewati walaupun hanya setetes dari sisa hati yang mengambang. Dan ketika itu semua tercurahkan ada sesuatu yang melonggarkan dan membuatku menjadi lebih bersahaja dari rasa kegembiraan akan petualangan hati yang kumiliki. 



Biarlah tak jelas dan samar menurut orang lain, namun bagiku ini sebuah terobosan kebangkitan akan kejelasan arah yang ingin ku bangun di tengah keterpurukan ekonomi hidup, aku yakin dan mampu untuk apa dan bagaimana kelanjutan hidupku kelak, ternyata sang pencerah itu sudah ada mengitari dari hati semenjak dulu. Hatiku semangat.

Sabtu, 05 Oktober 2013

Cerita Ini Mengalir

Disudut ruang tempat ku berkutat dengan kesunyian, seakan tidak ada habisnya. Segala ingatan, khayalan, dan kemampuan seolah sengaja mengajak ku bermetafora. Nyamuk-nyamuk yang sedari tadi hinggap silih berganti, sekedar mencari makan. Aku diamkan. Toh, buat apa ribut dengan rasa gatal yang berefek setelahnya. Hayati polah mereka, hmm.. bukan suatu perkara mudah. Ya, sudahlah! Biarkan nyamuk-nyamuk itu berpesta pora dengan hidangan yang menggiurkan ini.


Kembali dicekam rasa gundah, padahal semestinya itu tak usah. Rasa ini selalu saja mengitari alam pikir. Setiap renungan yang kubiaskan seolah menanti perubahan. Lalu kutelisik urutan sejarah perjalanan yang belum bisa diuraikan dengan jelas. Terlalu banyak pengharapan dan ketidakpastian, tentunya datang dari rasa yang kupikir dan kulakukan. Masih terngiang diingatan, kala dunia begitu berwarna warni, memelukku dengan segala kegetirannya, polos, lugu dan penuh ambisi. Ah", masa kanak kanakku terjaring hanya dilamunan. Tapi sejenak terasa sangat menguji nyali. Bagimana tidak, alunan disetiap lakon yang diperankan, berubah ubah, ibarat air yang mengalir mengitari ruang ditempat dimana ia tersimpan. Ya, karena perjalan ini berliku dan penuh debu dan cucuran air mata kedewasaan.


Lalu terngiang pula, bagaimana aku melakoni setiap sejarah waktu. Diantara hina, nista, cemooh dan tepukan riuh para penghujat dilingkaran. Masih saja tertanam dalam nurani. Hanya satu keberanianku menjawab tantangan alam yaitu, berseru dan meliuk diantaranya. Padu padan keilmuan yang diserap. Menjadikanku seperti helaian kegigihan yang sengaja ditanam. Aku, dan diriku bersatu padu melalui waktu. Biarkan para pembuat berita menceritakan kisahku, tidak akan gentar semangat di dada ini. Karena lembayung jingga selalu menuntunku menyanyikan kisah apa adanya.


Lantas ku toreh setiap kejadian kedalam ingatan dan catatan, meskipun adakalanya tercecer entah kemana penggalan cerita itu satu persatu. Kan kukabari pada alam, bahwasanya keberanianku ini akan melintas disaat dan dimana kelak aku berdiri, dengan gagah berani. Kutebarkan aroma kebaikan daripadanya. Jangan singgung lagi kabar yang menyatan aku tak mampu. Semua kan tiba pada akhirnya, dimana kekuatan berkata dan bertindak akan segera kuwujudkan. Karena yakin alampun kan bersatu padu menyambut dan memelukku dengan erat, disetiap kegigihan yang tercipta. Lambat laun mulailah menepi dikehamonisan dan melenggangkan kealfaan yang pernah tersirat. Hmm, lamunan ini seakan menghakimi dan berdecak bertemankan sepi.


Tapi, tunggu dulu! ini hanya sekian kisah yang sengaja ku beritakan. Terlalu banyak sejarah yang dimiliki, tak mampu kekabarkan secara detail. Mungkin, hari dimana aku mampu bersenandung dengan kesunyian dan raga mengundangku kembali mengabarkannya. Tunggu aku, kawan.

Senin, 30 September 2013

Sastrawan, Apa Pantas?

Embun diperaduan menyelimuti anganku yang tak kunjung berhasil memejamkan mata ini. Padang khayalan senantiasa menggelayuti panorama ingatan diri. Entah dimulai kapan, segala impian impian ini terus memelukku menanti kesesuaian. Aku hanya mencoba menelusuri makna dari segala kejadian dan kegelisahan. Berlalu waktu itu, Yul! Jangan kau terlena dengan segala pengharapan yang belum tentu tuntas pada akhirnya. Itu ucapan seorang kawan.

Lantas, apa yang harus kuperbuat? Menjalani setiap aspek kehidupan saja aku pernah. Tapi hasilnya? belum terlihat. Seolah mencari sanggahan pada diri. Ya sudahlah, iringi saja perjalanan ini" kelak kau akan sampai pada titik yang diberdayan imajinasimu". Segala hasrat, khayalan itu akan dengan sendirinya menopang setiap langkah yang dituju. Alampun senantiasa merujuk dan berseru, jika kau punya ketetapan hati. Ingatlah Yul! setitik pengorbanan raga dan waktu itu akan terbalaskan. Besar kecilnya tergantung kalimat aksi, kalimat reaksi, dan kalimat doa "

Hmm, mungkinkah kawan? aku hanya bertengger di tempat yang kupijak. Berlari kadang, namun selalu terantuk bebatuan dan kerikil yang bertebaran dimana-mana. Lelah, marah dan dusta seakan menyeringai memenuhi ambisi dan emosi itu. Pernah kubersorak sorai atas kemampuanku ini, kawan. Namun secepat kilat, temaram itu menghampiriku. Apa yang salah?" Aku selalu berpikir keras mendampingi hasrat itu, ingin kuwujudkan dan kutebar kebahagiaan itu pada orang disekelilingku.

Hahaha..!" Seringai kawan seolah menyudutkan keahlianku. Yul..Yul..! Begini sajalah, bagaimana kalau kutugaskan kau mendampingi keahlianku dan kemampuanku dalam berkata dan berucap dikalimat maya? ini sepintas terlihat sepele. Tapi jangan kau sekali-kali menganggapnya demikian. Dunia maya itu penuh taktik dan tipu daya. Untuk awalan kutugaskan kau menyeleksi dan memprediksi, setiap sanggahan dan aduan para pengikutmu dan yang mengikutimu. Lihat gerak gerik mereka, apa saja kalimat tipu daya dan sumpah serapah yang selalu tertuangkan dalam dinding ruangan tak bertepi itu.

Lalu ikutlah dengan arus yang sengaja mereka tebar sebagai ekploitasi diri dari kemampuannya. Ikuti jejaknya, pilah mana yang mampu menjelmakanmu jadi sesuatu, dan pemujamu yang terselubung mengangkat jempolnya tanda setuju. Dengan begitu kau mampu memperdayai mereka. Namun jangan pula kau nantinya sersuka cita tanda kemenangan itu. Banyak diantara para penyeru itu bertabiat layaknya musang. Hati-hatilah! Kawanku mewanti-wanti menanamkan amanat.

Kini disetiap sudut waktu itu, memelukku dengan erat dan ikhlas, akupun sabar dan berani berucap sebagai akibat dari keputusanku menerima apkirannya. Ya.., ternyata aku mampu! Lihatlah kawan, pendirian itu mampu kutegakkan. Karena aku berusaha melalui butiran debu itu dengan rasa penuh pemahaman. Sesungguhnya kalian tidak akan tahu, apa arti ini. Hanya yang mampu menerjemahkannya dari sudut pandang keharmonisan, yaitu naluri seorang pujangga. Keselarasan kan didapati dari petuah dan pepatahnya.

Kamis, 19 September 2013

Asmaraku Melayang

Haaaaaa!! Teriakku sepenuh jiwa. 
Tak,apa kan? Kejayaan macam apa perilakumu itu
Aku setengah mati mendongkakkan rasa yang membara ibarat gemuruh yang tengah bergumul dihempasan angin nan dahsyat


Waktu yang mengiringi hanya ulasan dikehadiranmu, keberadaanmu ibarat bayanganku sendiri. 
Aku kadang mencaci diri sekedar mencari arti. 
Atau memelas raga walaupun sering kau hempaskan. 
Kemanakan naluri yang dulu begitu tertantang dan terbentang, menggelayut disetiap sibakkan harum rambutku.

Merana kau hilangkan nalurimu, merona meskipun hanya tatapan kilat yang sendu dan ragu
Sebegitu benci-kah dirimu pada keadaan? 
Kau tak mau memihak adanya diriku. 
Tertelan sendiri dengan santai dan membara penuh ketidakjelasan.

Padahal aku harapkan jelaga itu tumpah ruah, 
seperti halnya gulungan ombak yang bergairah.
Terlintas berharap menyudahi, namun romanmu tak sanggup kupenuhi. 
Pesonamu begitu menyayat hati seakan sengaja kau kalungkan supaya ku tak pergi. 
Sungguh egois yang mendayu dan menyatu. 
Karena ternyata akupun setuju, celaka memang. 
Tapi itulah yang hendak kutuju dan kutiru.

Selasa, 10 September 2013

Terluka

Kau berkata bahwa semua baik dan aman
Sedangkan burung yang melayang diangkasa
Mengepakkan sayapnya hanya sebelah
Angin itu telah menjadi sifatmu yang terbuka


Dengan anggukan setuju dan hilang memudar
Biaslah semua kalimat yang kau hembuskan
Terlalu kau memikat arti kata yang tersembunyi
Sebabkan aku hanya melenguh tanpa nafas

Kadang kau hanya bisa memeluk angkara
Tak ubahkan pribadimu yang basa basi
Hanya dengan tutur diraga ucap dicerna
Kau sengaja mengebiri hati yang lapang ini

Pernah kuterhempas dalam jiwa yang seolah hanya bayangan
Ketika kesyahduan berontakmu menenggelamkan akal
Lalu terngiang semua terbata bata dan jelas
kini hanya helaan kepasrahan diantara ketidakjelasan

Jumat, 23 Agustus 2013

Terhapus

Sedari malam yang berawal dari sore

Sadar diri setelah mencari keberadaannya


Kutelusuri kejadiannya, namun tak kutemui alasannya

'Padahal aku memuji...

'Padahal aku meneliti...

Namun sengaja kau hilangkan jati diri, mengapa?

Aku rindu kalimat sontak itu, kerap kau tuang dalam postingan

Aku baca semua kisahmu, karena kau menginspirasiku

Bukan dengan ucap kita bersua, namun seluruh kalimat itu jadi tak genap

Dan bukan dengan asmara kuberkata hati

Hanya keelokan kalimat yang membuatku terus mencari

Mengapa kau membalikkan diri diantara ketiadaan itu?...

Tapi diakhir kusadar apalah arti seorang "yuli".... Aku.

Jumat, 26 Juli 2013

Sendirian Tadi

Bola tadi tergelincir diantara jalanan yang kulalui

Menatap waktu dengan sinis namun kuterima


Seolah landaian yang kulalui terbentuk diingatan

Teriknya cahaya pagi tadi merambah keakuanku

Melintang diantara rasa tertinggal, menyudahi kala tertiup ucap

Hinggap kalimat ini karena telah diberitakan, bahwa ada keceriaan

Bergema di setiap lapisan kelompok yang berseru ceria semu

Dinding yang kutekuni tak berani menolak keinginan

Ia seakan maklum adanya diriku

Namun hati kecil tetap berkata "tak bertanggung jawab"

Hanya sebentar ko, purnama tadi malampun telah memberi sinyal

Lambat melirik beradupun seakan menyelidik, aku paham

Ijinkan ya?

Hanya sesaat makna ini tertuang tuk merebahkan adanya aku

Hai dunia batin.. Celahmu telah kurobek sedikit, tak apa kan?

Lanjut menyingsingkan kalimat yang telah disepakati

Akupun bergegas pergi kesebelah dan merampungkan nada

Nyanyian ini kutiup untukmu yang berceloteh ria

Aku ikut karena aku tahu

Minggu, 07 Juli 2013

Untuk Diammu Yang Bermakna

Seraut wajah yang abstrak akan makna dan disela cibiran dari bibirku yang mendesis dikejadian kemarin kau meluka


Membuang kesengajaan yang tiada guna karena sekilat kalimat yang tak kau faham bahwa aku menyadarkanmu

Kini semburatmu memintaku berbela bakti untuk mengurangi ketidakmampuan itu

Namun kalimatmu terlalu kusapa dan kini aku meronta merasakan derita

Diseka raut kalimatmu, diperdaya aku disisimu
Namun aku selalu patuh padamu

Sabtu, 06 Juli 2013

Aku Kembali

Aku Kembali

Gaung kehampaan seakan menjelajah di alam fikir..mengiba mengharap jelaga.

Tak pantas rasanya kuberkeras hati menyambung batin yang sempat tertoreh luka berani 

Mengharap ridho..padahal Engkau telah memberi restu
namun kadang ku sia siakan waktu..

Munafik dan terhina di keadaan yang lalu ku jalani..namun semua ku coba menapakinya dengan penuh makna dan pemahaman.. 

Walau adakalanya sang iblis menguasi diri, merendah hanya untuk menurunkan martabat diri..

Ya Allah sebatas apa aku bisa berpikir dan sebesar apa kemampuan hamba untuk melewati hal yang telah Kau maknai.

Aku khilaf, aku kalap dan aku pernah terjerembab dalam lubang yang sama..

KepedulianMu akan hidup yang kujalani sungguh menorehkan luka bagi diri,luka karena tak bisa menjadi diri yang kau ridhoi...

Diantara waktu yang kian menyusut ku susut air mata kegundahan, ku seka air mata kemarahan,,kini ku belajar melihatMu,,menyayangiMu..memaknaiMu....tuk ku melaju mengarah padamu...

Sabtu, 29 Juni 2013

Diamlah

foto dokumen





Sesakit inikah purnama diatas yang hanya memancarkan cahaya redup dan gembira

Bahkan kuketahui ada sisa gemerlap ampas tadi siang

Dibaca dan dijabarkan, hanya peluh tanpa kesan, aku marah


Bertarung dengan kalimat yang sengaja kau uraikan, aku marah



Berdialog dengan keadaan diantara sesal dan malu, aku suka



Hilang sekejap diriku tuk bisa memahami waktu



Mencari keterangan dibilahnya jurus yang kau ajukan, aku sedikit diam



Sungguh keadaan apa ini



Lalu berdamaiku dengan sanubari, dan berkilah"biarlah



Semenjak diam kau sebarkan, lalu kutautkan diantar damar damar yang gersang



Hanya senyuman kecil tanpa arti, dan akupun menunduk


Kamis, 27 Juni 2013

Maaf-Ku

Beranjak dari biduk yang penuh cambuk. 

Beringsut dari kealfaan yang kusut 

Kumerajut hal yang kalut

Karena semua berujung dari rasa takut. 

Sempat kusemaput, dan kini kumulai larut 

Melalui cenayang yang ikut menuntun lalu ku sebut


Menghela nafas menghembus nafsu

Mencari jelas menuai lekas, ku bergegas

Diambang malam yang bergelombang

Diam sesaat dermakan siasat akan hal yang penuh sesat

Namun ternyata tak berujung manfaat

Ku minta maaf,,, 

Uraian kata ulaskan berita sebab apa kubercerita

Ternyata tiada guna,,ku minta maaf

Rabu, 26 Juni 2013

Di Jalan Yang Ku Tuju

Semburat jingga yang membiaskan cahaya kemilau

Sedekat itu pula seakan ingin kuhampiri

Berjalan dengan langkah tertatih tatih

Kulirik dengan senyuman genit dan berucap

"Mau kapan?"

Kibasan harapan yang sejak lalu kubangun


Kini meronta dan menggeliat seakan pasti

Aku hanya mampu berjalan perlahan

Sebab bayanganku telah jauh meninggalkanku

Lalu kutoleh dan mencoba berdamai

"ayoo, sudah siap belum?"

Lalu berlari dan menari dengan riang

Bulan sabit merah kini menghampiriku, dan aku setuju